CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Sabtu, 14 Juni 2008

Dampak Pertambangan


Dampak Pertambangan terhadap Lingkungan Hidup

Kegiatan pertambangan dalam dua dekade terakhir ini semakin menarik perhatian banyak pihak, khususnya para aktivis gerakan lingkungan hidup dan jaringan LSM advokasi HAM. Hal ini disebabkan adanya paradoks dalam kegiatan eksplorasi pertambangan yang seringkali berbenturan dengan kepentingan konservasi sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup.

Dampak langsung kegiatan pertambangan, khususnya pertambangan emas dan tembaga diantaranya kerusakan ekologis seperti berkurangnya debit air sungai dan tanah, pencemaran air laut, kerusakan hutan hingga sedimentasi tanah masih menjadi masalah yang belum terpecahkan secara tuntas.

Fakta yang paling merisaukan kini adalah dampak buruk berantai dalam jangka panjang. Intensitas dampak eksplorasi pertambangan emas dan tembaga tidak hanya merubah derajat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup yang merugikan generasi masa kini tetapi juga kerugian bagi generasi yang akan datang. Pelajaran mengajarkan bahwa kegiatan pra-ekplorasi telah memicu deforestation, sebab kandungan emas, tembaga dan mineral berada dalam tanah pada kedalaman dan lapisan tertentu dari perut bumi. Selain itu juga dijumpai fakta diberbagai kawasan eksplorasi pertambangan selalu menjadi kantong kemiskinan massif, kemiskinan aktif dan kemiskinan pasif.

Jika kemiskinan aktif terjadi karena seseorang kehilangan sumberdaya untuk memberdayakan diri dan mempertahankan hidupnya, maka kemiskinan pasif terjadi karena hilangnya akses untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekelilingnya. Meluasnya bentuk-bentuk kemiskinan aktif dan pasif inilah penyebab utama munculnya kemiskinan massif yang ditandai oleh kelaparan ditengah kemewahan, putus sekolah massal ditengah pemborosan anggaran pendidikan, keringkihan massal ditengah gaya hidup royal dan boros kaum pemodal.

Sedihnya, fakta demikian terjadi pada hampir seluruh kawasan dimana kaum pemodal sektor pertambangan melakukan eksplorasi emas, tembaga dan berbagai jenis batu mulia, mineral, logam, timah, nikel, dan lainnya.

Solusi kedepan

Gagasan untuk memperbaiki situasi ini terus menerus disuarakan oleh para aktivis lingkungan dan pejuang HAM . Secara umum pandangan mereka dinafasi oleh semangat ecodefense sebuah model gerakan lingkungan yang dilakukan dengan protes atraktif dan aksi langsung melawan dan menentang kegiatan perusahaan perusak lingkungan. Gerakan ini diprakarsai oleh George Foremann melalui Green Peace di Jerman barat dan kini memiliki perwakilan tetap di seluruh dunia.

Gagasan lain adalah dengan mengajak perusahaan pertambangan memperluas kepeduliannya secara signifikan terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui skema berbagi skill, pengetahuan, dan modal. Bentuk paling minimal adalah melalui skema trust fund atau mining trust fund yang dikembangkan dalam sebuah skema Corporate Social Responsibility. Model ini lebih akomodatif dan kompromis dengan mempertimbangkan aspek benefit kegiatan perusahaan.

Walaupun gagasan implementasi bentuk genuine CSR telah memberikan manfaat namun masih saja pola CSR dipandang cenderung karitatif. Hal lebih penting dimasa depan adalah CSR dapat dikembangkan menjadi sebuah regulasi yang mengikat secara legal binding.

Perdebatan masalah implementasi CSR di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keragaman perspektif dan paradigma. Hal paling mendasar adalah setiap perusahaan yang telah memperoleh keuntungan cukup besar dari kegiatan bisnisnya memiliki kewajiban dan tanggungjawab mutlak terhadap konservasi lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. sebaliknya, pandangan ini tidak mutlak bagi perusahaan yang masih kecil dan belum memperoleh keuntungan dari kegiatan bisnisnya.

Perhatian pengamat pertambangan dan lingkungan umumnya lebih kritis terhadap perusahaan berskala besar seperti Freeport Mc Moran di Papua, Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa, Exxon Mobil untuk Migas dan beberapa perusahaan tambang batubara di Kalimantan timur, Sumatera dan pulau-pulau kecil seperti pulau Natuna.

Saat ini dampak kegiatan pertambangan emas dan tembaga memang diakui telah memberikan keuntungan ekonomi sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan yang penting diera orde baru namun tak dapat dipungkiri pula bahwa side effect lain terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup (ecocide) dan hilangnya akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya mereka yakni tanah dan air.

Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah membuat regulasi yang lebih memihak kepada ekonomi masyarakat lokal dan konservasi lingkungan (UU PSDA sebagai UU payung), penegakan hukum lingkungan, transparansi dan audit lingkungan terhadap perusahaan tambang skala besar.

Pada gilirannya harus dikembangkan pola pembagian laba perusahaan yang lebih adil diantara stakeholders yakni pemilik perusahaan (CEO), pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan masyarakat disekitar kawasan eksplorasi tambang.

0 komentar: