CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kamis, 17 Juli 2008

Masyarakat Indonesia Yang Multikultural

Masyarakat Indonesia Yang Multikultural

Kita baru saja keluar dari kepungan pemerintahan Orde Baru (Orba).
Kita hendak meninggalkan sepenuhnya seluruh kebudayaan politik Orde
Baru yang bercorak otoriterisme, nepotisme dan korupsi. Untuk
membangun Indonesia Baru, harus dilakukan dengan cara membangun
kembali tatanan yang dibangun pemerintahan Orba.

Inti cita-cita spirit reformasi adalah sebuah masyarakat sipil
demokratis, ditegakannya hukum, pemerintah yang bersih dari KKN,
keteraturan sosial, rasa aman, menjamin kelancaran produktivitas warga
masyarakat dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan Rakyat
Indonesia. Hasil reformasi ini adalah masyarakat Indonesia yang
bercorak majemuk (Plural Society) berisikan potensi kekuatan
primordial yang otoriter-militeristik, harus digeser menjadi ideologi
keanekaragaman kebudayaan atau ideologi multikulturalisme.

Dalam ideologi ini, kelompok-kelompok budaya tersebut berada dalam
kesetaraan derajat, demokratis dan toleransi sejati. Dengan
sendirinya, di dalam masyarakat majemuk belum tentu dapat dinyatakan
masyarakat multikultural, karena di dalamnya terdapat hubungan
antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu
hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi.

Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar
1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada. Kemudian
diikuti Australia, Amerika Serikat, Inggeris, Jerman dan lainnya
(Sirry, 2003; Busthami, 2004; Suparlan, 2004).

Kanada pada waktu itu didera konflik yang disebabkan masalah hubungan
antarwarga negara. Masalah itu meliputi hubungan antarsuku bangsa,
agama, ras, dan aliran politik yang terjebak pada dominasi. Konflik
itu diselesaikan dengan digagasnya konsep masyarakat multikultural
yang esensinya adalah kesetaraan, menghargai hak budaya komunitas dan
demokrasi. Gagasan itu relatif efektif dan segera menyebar ke
Australia, Eropa dan menjadi produk global.

Bagi Masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, masyarakat
multikultural bukan hanya sebuah wacana atau yang dibayangkan. Tetapi
sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai
landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, konsep multikultural ini tidak henti-hentinya untuk selalu
dikomunikasikan di antara ahli sehingga ditemukan kesamaan pemahaman
dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.

Bentuk komunikasi dalam rangka mempertajam pemahaman tentang
multikulturalisme dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan diskusi,
seminar atau lokakarya. Kalau memungkinkan, sebaiknya pemimpin, dosen
dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dapat duduk bersama
membicarakan isu penting berkenaan dengan cita-cita reformasi.

Cita-cita reformasi sekarang, tampaknya mengalami kemacetan, dan
menemukan kenyataan yang menjemukan. Kehidupan politik dari hari ke
hari semakin tanpa arah. Persaingan antarelit berlangsung tanpa
kontribusi bagi pelembagaan demokrasi. Kita prihatin terhadap arah
kehidupan demokrasi yang mulai mandek itu.

Kita prihatin atas langkah-langkah pemulihan ekonomi yang tak menentu.
Kita prihatin terhadap aktivitas nepotisme dan korupsi yang kembali
merajalela.

Semua kemacetan di atas, sebaiknya digulirkan kembali. Alat
pengguliran bagi proses reformasi sebaiknya menggeser ideologi
masyarakat majemuk. Berisi potensi kekuatan primordial yang
otoriter-militeristik menjadi ideologi masyarakat multikultural. Sudah
saatnya, pasca reformasi ini, Masyarakat Indonesia mempunyai pedoman
hidup mendasarkan bagi kebersamaan yang sederajat dan sebuah pedoman
praktikal dalam menghadapi kehidupan nyata sehari-hari.

Kita harus bersedia menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan sukubangsa, agama, budaya,
jender, bahasa, kebiasaan, ataupun kedaerahan.

Multikultural memberi penegasan, segala perbedaan itu mereka adalah
sama di dalam ruang publik. Dengan kata lain, adanya komunitas yang
berbeda saja tidak cukup, sebab yang terpenting komunitas itu
diperlakukan sama oleh negara. Adanya kesetaraan dalam derajat
kemanusiaan yang saling menghormati, diatur oleh hukum yang adil dan
beradab yang mendorong kemajuan dan menjamin kesejahteraan hidup
warganya.

Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan hanya mungkin terwujud dalam
praktik nyata dengan adanya pranata sosial, terutama pranata hukum
yang merupakan mekanisme kontrol secara ketat dan adil mendukung dan
mendorong terwujudnya prinsip demokrasi dalam kehidupan nyata.

Demikian pula, prinsip masyarakat sipil demokratis yang dicita-citakan
reformasi, hanya mungkin dapat berkembang dan hidup secara mantap
dalam Masyarakat Indonesia, apabila warganya mempunyai toleransi
terhadap perbedaan dalam bentuk apa pun.

Diskriminasi sosial, politik, budaya, pendidikan dan ekonomi yang
berlaku di masa pemerintahan Orba, secara bertahap maupun radikal
harus dikikis oleh kemauan untuk menegakkan demokrasi demi kesejajaran
dalam kesederajatan kemanusiaan sebagai Bangsa Indonesia.

Di Indonesia, terdapat berbagai macam kebudayaan yang berasal dari
hampir seluruh sukubangsa. Hal ini mungkin terwujud sebagai masyarakat
multikultural, apabila warganya dapat hidup berdampingan, toleransi
dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya sebuah
wacana, tetapi harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan
moral dalam bertindak yang benar dan pantas bagi Orang Indonesia.
Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam bidang
sosial, ekonomi, politik maupun tindakan individual.

Di antara prinsip mendasar dari demokrasi yang patut dikembangkan di
Indonesia adalah kesetaraan derajat individu, kebebasan, toleransi
terhadap perbedaan, konflik dan konsensus, hukum yang adil dan beradab
serta perikemanusiaan.

Prinsip demokrasi tersebut memungkinkan dapat berkembang hanya dalam
masyarakat multikultural, yang dilandasi kesetaraan, demokrasi dan
toleransi sejati.

0 komentar: